Minggu, 30 Oktober 2011

APA KATA ARSITEK…

  • Dalam konsep Mangunwijaya, “rumah atau karya arsitektur tidak pernah berhenti merias diri, tiada hari tanpa berhias atau macak, maka selalu saja ada yang diubah dan diganti atau dicat ulang (bahkan dengan warna lain) untuk penampilan yang aktual”...
  • Djarot Purbadi ‎... “jika rumah adalah the other, kita akan memaknainya seperti kita melihat mobil atau televisi, tetapi rumah dalam konsep Mangunwijaya adalah kulit ketiga manusia, yang harus selalu disayangi, dielus-elus, dibersihkan, dirias dsb... maka konsep menikmati rumah juga lain !!!
  • Yu Sing,”tubuh kulit manusia ciptaanNya saja perlu dirawat, disentuh...apalagi bangunan buatan manusia :)
    dan rasanya lebih susah merawat yang mulus mengkilap, yang ketika berkurang kilap mulusnya jadi tidak enak dilihat, kalau yang dekil begini...tambah dekil ga terlalu masalah..kadang seperti putih rambut manusia, makin matang berkarakter”
  • Menurut Rossi, “kota adalah locus of the collective memory. bentuk arsitektur dan struktur ruang kota adalah sesuatu yang niscaya dan perlu dilestarikan. Dengan adanya otonomi order arsitektur dan menekankan arti penting  dari monumen dan penghayatan ruang kemudian mengekspresikan pembangunan kota melalui proses analisis tipo morfologi yang dipengaruhi pemikiran strukturalisme Levi Strauss”. 
Ia mengemukankan hipotesisnya tentang anologies cities. “Mendisain dengan analogi berarti meminjam bentuk kota lama dan arsitekturnya tetapi tanpa makna lama, karena mana  telah berubah sejalan dengan waktu” A.Arif, 2006.  DI sini, konsepsi Rossi tentang arsitektur dan kota harus tercermin dari citra yang ditampilkan sebuah bangunan baru.  Bentuk bangunan memang harus mangacu pada karakter kawasan dan situs disekitarnya, malah merujuk pada karakter bangunan yang berakar pada tradisi tempatan.
  • Masdar Djamaludin, Minggu 31 Oktober 2010 “Kontekstualisme selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan preservasi. Kontekstualisme berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis.  Pada bangunan baru kontekstualisme dihadirkan dengan membuat koneksi pada bangunan lama dalam rangka menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah kontinuitas visual.Kontekstual berusaha untuk menciptakan arsitektur yang tidak hanya berdiri sendiri, namun mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya. Kontekstual hakikatnya adalah mengkaitkan dengan banyak hal disekitarnya.  Ia  adalah usaha menghadirkan arsitektur yang berpijak pada bumi.  Menghimpun segenap potensi positif setiap tempat.  Ia adalah arsitetkur yang membumi. Semacam Genius Loccci kata Noberscultz. Membumi artinya menghubung-kenalkan tradisi, dan tapak tempat ia berdiri”.

  • Djarot Purbadi, ”bambu menghadirkan kelembutan dan image nafas kehidupan alami ditengah-tengah karakter beton yang terkesan fabrikan... kombinasi yang bagus !!!”.
  • Masdar Djamaludin, “Amatan saya kalau tidak salah....yang sama Antara Yu-Sing dan Eko Prawoto : kesederhanaan, apa adanya dan cenderung gunakan bambu sebgai elemen arsitektural...kebedaan...YuSing masih terikat dan dengan sengaja eksplorasi bentuk2 geometri murni nan terkadang ditindas sana sini ('di decon'), kalau Mas Eko, kepengaruhan Romo Mangun cukup terasa di setiap karya2nya,,bermain pada detail2 ornamental yang unik dan organik.. mas eko encoba angkat khazanah ke-nusantara-an dengan cara unik. (tektonika).sederhana..serta kesan craftnya sangat terasa...”.
  • Djarot Purbadi, “dibalik desain ada usaha manusia, ada kreativitas manusia, ada pergulatan-dialog jiwa manusia dengan alam untuk mengungkapkan keindahan sebagai pancaran kebenaran...”
  • Mario Andreti, “dan terkadang desain itu bukan diciptakan oleh manusia, namun sebagian adalah menyadur dari apa yang hadir dilingkungan kita”

Tidak ada komentar: