Kamis, 08 Desember 2011
Arsitektur Di Indonesia (1950an-1990): telaah historis singkat Oleh: Iwan Sudrajat (Part 1 Institusional Pendidikan)
“
Mendingan bacanya kalo punya waktu luang aja ya, karena
biasanya hanya membaca sekedarnya saja. Biasanya lohh… ”(A.R.B)
Landasan Institusional disiplin ilmu arsitektur di
Indonesia terbentuk pada tahun-tahun setelah kemerdekaan. Suatu
telaah historis singkat tentang peristiwa-peristiwa penting yang
terjadi selama periode ini akan memberikan kepada kita gambaran umum
tentang perkembangan awal pendidikan dan praktek arsitektur yang
mengantarkan pada kondisi kearsitekturan masa kini di Indonesia.
Diketahui bahwa mata kuliah arsitektur di masa
penjajahan Belanda selalu diajarkan sebagai bagian dari pendidikan
insinyur sipil. Baru pada bulan oktober 1950, ketika sekolah
arsitektur yang pertama didirikan di ITB, arsitektur memperoleh
status sebagai disiplin ilmu yang mandiri. Program pendidikan yang
diawali dengan 20 mahasiswa dan 3 pengajar berkebangsaan Belanda,
pada dasarnya meniru sistem pendidikan sekolah dimana para pengajar
tersebut berasal, yaitu dari Universitas Teknologi Delft di Belanda
(Tempat dimana pak Yonav Partana ngambil S2 Spesialisasi Urbanism
and Bulding Technology
Nih) . Pendidikan ketika itu diarahkan pada penguasaan keahlian
merancang bangunan, dengan focus pada parameter pokok yang sangat
terbatas, yakni fungsi, iklim, konstruksi, dan bahan bangunan.
Akibat konflik di Irian Barat, Pada tahun 1995 semua
pengajar berkebangsaan Belanda ditarik pulang ke negara asal mereka,
kecuali V.R. van Romondt yang bersikeras untuk tinggal, dan secara
low profile memimpin
sekolah arsitektur sampai pada tahun 1962. Di bawah pimpinannya,
pendidikan arsitektur secara bertahap diperkaya dengan menyertakan
aspek estetika, budaya, dan sejarah ke dalam pertimbangan desain.
V.R. van Romondt berambisis untuk menciptakan “Arsitektur
Indonesia” yang baru , yang berakar pada prinsip-prinsip
tradisional tetapi dikembangkan secara modern untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat kontemporer. Dengan kata lain, “Arsitektur
Indonesia” adalah penggenapan gagasan fungsionalisme, rasionalisme,
dan kesederhanaan dari desain modern, namun sangat terinspirasi oleh
prinsip-prinsip arsitektur tradisonal.
Pada tahun 1958, jumlah mahasiswa di sekolah arsitektur
ITB sudah bertambah sampai 500 orang, dan telah dihasilkan 12 orang
lulusan. Beberapa di antara para lulusan ini direkrut untuk posisi
mengajar, sehingga proses Indonesianisasi dapat dimulai. Pada bulan
September 1959, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) didirikan oleh para
lulusan (Nah loh bisa nambah input pengetahuan tentang IAI kan
). Sejak tahun 1961, kepemimpinan arsitektur sepenuhnya berada di
tangan bangsa Indonesia, dengan Sujudi sebagai ketuanya yang pertama.
Sujudi dan rekan-rekannya kemudian mendirikan sekolah arsitektur di
perguruan tinggi lainnya
Pada
tahun 1962: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; Universitas
Diponegoro, Semarang.
Pada
tahun 1963: Universitas Hasanudin, Makasar
Pada
tahun 1965: Universitas Indonesia, Depok; Universitas Teknologi 10
November, Surabaya; Universitas Udayana, Denpasar.
Sumber: Indonesian architecture now, Imelda Akmal
Vegetasi Dalam Arsitektur
Apa hubungan proyek Djarum Foundation dengan judul
diatas? Mungkin ada, mungkin loh…Kenapa juga sebuah brand rokok
yang telah kita kenal banget punya proyek pelestarian lingkungan di
jalur pantura, Jawa tengah? Yang katanya upaya bakti kepada Negeri?
Siapa yang perduli toh sepertinya semua itu tersirat seperti upaya
penetralan yang dilakukan atas dampak buruk yang dihasilkan oleh
produknya yaitu “rokok”. Apapun dalih yang diungkapkan seperti
karena produksi rokoklah pendapatan daerah bisa terdongkrak, atau
atas karena pruduksi rokoklah lapangan pekerjaan dapat dibuka secara
banyak dan besar-besaran, lah dampak rokoknya gimana dong?
Memproduksi racun untuk membunuh secara perlahan bangsa kita… tapi
siapa yang perduli sih, toh ada banyak keuntungan yang didapatkan
dari industry rokok tersebut ( Mungkin ada sih tapi jumlahnya
minoritas gitu)
Ketimbang membicarakan hal di atas yang tidak mungkin
bisa selesai hanya dengan wacana tulisan, diskusi atau apapun itu
tanpa ada tindakan, mending fokus sama hal yang lain. Lalu apa yang
jadi fokusnya dari tulisan ini ? Namanya juga blog Arsitektur kita
fokus pada upaya positif yang dilakukan sama Djarum foundation ini di
ranah vegetasi lingkungan aja deh.
Tau gak apa itu pohon Trembesi? Kenapa mesti pohon
Trembesi? Apa potensi yang dimiliki dari pohon ini? Baiklah kita cari
tau…
Sumber: http://didut.wordpress.com/2010/05/02/kehebatan-pohon-trembesi/
Sumber: http://www.indolandscape2.netfirms.com/fototanaman/Pohonfoto
Sumber:http://wawansome.blogspot.com/2011/01/trembesi-si-penyerap-co2.html
Sumber:http://erwin4rch.wordpress.com/2008/10/10/mengintip-negeri-tetangga-singapura-part-1/
Trembesi (Albizia saman sinonimSamanea saman) disebut juga Pohon Hujan atau Ki Hujan merupakan tumbuhan pohon besar dengan ketinggian hingga 20 meter dan tajuknya yang sangat lebar. Pohon Trembesi (Ki Hujan) mempunyai jaringan akar yang luas sehingga kurang cocok ditanam di pekarangan karena bisa merusak bangunan dan jalan.
Diyakini dari satu batang Trembesi dewasa mampu menyerap 28,5 ton karbondioksida (CO2) pertahunnya. Bahkan di Istana Negara, terdapat 2 batang pohon Trembesi yang ditanam oleh presiden pertama RI, Ir. Soekarno yang masih terpelihara dengan baik hingga kini.
Pohon Trembesi (Albizia saman) disebut juga sebagai Pohon Hujan atau Ki Hujan lantaran air yang sering menetes dari tajuknya karena kemampuannya menyerap air tanah yang kuat. Di beberapa daerah di Indonesia tanaman pohon ini sering disebut sebagai Kayu Ambon (Melayu), Trembesi, Munggur, Punggur, Meh (Jawa), Ki Hujan (Sunda).
Dalam bahasa Inggris pohon ini mempunyai beberapa nama seperti, East Indian Walnut,Rain Tree, Saman Tree, Acacia Preta, dan False Powder Puff. Di beberapa negara Pohon Trembesi ini disebut Pukul Lima (Malaysia), Jamjuree (Thailand), Cay Mura (Vietnam),Vilaiti Siris (India), Bhagaya Mara (Kanada), Algarrobo (Kuba), Campano (Kolombia),Regenbaum (Jerman), Chorona (Portugis)
Trembesi pada mulanya diketahui tumbuh di savana Peru, Brasil, dan Meksiko, yang minim air. ”Kemampuan tumbuh di savana menunjukkan, pohon ini tidak memiliki evaporasi tinggi”
DR.Ir. Endes N Dahlan adalah salah satu dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberikan pembekalan penanaman trembesi, 13 Januari 2010 di Istana Negara. Endes meneliti daya serap emisi karbon dioksida atas 43 jenis tanaman pada 2008.
Hasil penelitian pada trembesi dengan diameter tajuk 10-15 meter menunjukkan, trembesi menyerap karbon dioksida 28,5 ton per tahun. Ini angka terbesar di antara 43 jenis tanaman yang diteliti, bahkan ditambah 26 jenis tanaman lain, daya serap karbon dioksida trembesi tetap terbesar. Meskipun demikian, Endes belum bisa menjelaskan 68 jenis pohon lainnya yang diteliti.
Dia mengaku, belum meriset secara rinci kapasitas evaporasi trembesi. Diketahui pula, trembesi memiliki sistem perakaran yang mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk mengikat nitrogen dari udara.
Kandungan 78 persen nitrogen di udara memungkinkan trembesi bisa hidup di lahan-lahan marjinal, juga lahan-lahan kritis, seperti bekas tambang, bahkan mampu bertahan pada keasaman tanah yang tinggi. ”Selain tahan kekeringan, juga tahan genangan,” kata Endes.
Pohon trembesi, bisa mencapai usia 600 tahun itu, berkanopi luas, bisa mencapai diameter 8 meter dengan ketinggian pohon berkisar 40 meter.
Eksistensi Pohon Trembesi juga sempat menuai pro dan kontra. “Trembesi termasuk jenis pohon dengan evaporasi atau penguapan tinggi sehingga berpotensi mengeringkan sumber air,” kata Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Mochammad Na’im, Senin (22/2/2010) di Yogyakarta, seperti yang dikutip dari Kompas Online. Menurut Na’im, trembesi memiliki tajuk yang luas, sekaligus tebal. Kondisi ini membuat cahaya matahari sulit menembus. ”Tanaman di bawah naungan tajuknya tidak bisa tercukupi cahaya matahari sehingga tidak bisa tumbuh subur, bahkan mati. Jenis tanaman ini sebaiknya untuk perindang,” ujar Na’im.
(Sumber:http://daengbattala.com/pohon-trembesi-menebar-kesejukan-menuai-keteduhan/)
Minggu, 04 Desember 2011
Bosen Ber_Arsitektur ( Sedikit Pelepasan Penat Ke Pameran di GaleriSalihara)
Tema Pameran :Beastly
mungkin gue telah menemukan keasikan tersendiri dalam dunia seni selain arsitektur dan yang dapat gue kemukakan untuk sebuah pameran yang dibuka pada jam 5 sore tanggal 3 agustus 2011 ini ialah bagaimana ketika karya seni dari kumpulan 30 orang seniman dari 3 generasi berpadu menciptakan kreasi yang unsurnya perpaduan antara manusia di dalam hewan, hewan di dalam manusia. Sungguh apa yang diungkapkan kata-kata di atas masih terlalu simpel untuk sebuah ungkapan makna dalam keseluruhan karya ini tapi setidaknya apa yang telah disampaikan mereka dalam media yang beraneka ragam itu dapat memberi pemahaman baru mengenai hal-hal yang terjadi antara manusia dan hewan
Langganan:
Postingan (Atom)